CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Pages

Kamis, 23 Juni 2011

Etika Bisnis dalam Persepektif Islam


Etika Bisnis

Sebagian besar paradigma mengenai “etika bisnis” itu bertentangan dengan dirinya sendiri, mana mungkin ada bisnis yang bersih,  bukankah setiap orang yang berani memasuki wilayah bisnis berarti ia harus berani (paling tidak) “bertangan kotor”.
Kita tahu di zaman dulu maupun modern seperti saat ini dunia ekonomi atau bisnis tidak begitu mendapatkan tempat. Banyak orang mengkeruk keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa didasari dengan etika bisnis, yang dipedulikan adalah hanya bagaimana mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya dan sebesar-besarnya.
Tentu saja banyak yang berfikir jika kita mengikuti dasar suatu etika dalam berbisnis maka yang ada akan mengancam kepailitan. Maka tidak jarang dilingkungan sekitar banyak praktik-praktik bisnis yang tidak sejalan dengan etika itu sendiri.
Etika bisnis itu sendiri merupakan seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas. Sehingga wacana tentang nilai-nilai moral (keagamaan) tertentu ikut berperan dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat tertentu, dan telah banyak digulirkan dalam masyarakat ekonomi sejak memasauki abad modern.
Dengan adanya studi etika bisnis ini akan akan banyak membawa manfaat: menanamkan kesadaran akan adanya dimensi etis dalam bisnis, membantu untuk menentukan sikap moral yang tepat dalam menjalankan profesi, bisa dijadikan faktor pendorong bagi tumbuhnya ekonomi, taruhlah dalam hal ini di masyarakat Islam. Etika bersama agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya.

Persepektif dalam ajaran Islam
Filosofi dasar yang menjadi catatan penting bagi bisnis Islami adalah bahwa, dalam setiap gerak langkah kehidupan manusia adalah konsep hubungan manusia dengan mansuia, lingkungannya serta manusia dengan Tuhan (Hablum minallah dan hablum minannas). Dengan kata lain bisnis dalam Islam tidak semata mata merupakan manifestasi hubungan sesama manusia yang bersifat pragmatis, akan tetapi lebih jauh adalah manifestasi dari ibadah secara total kepada sang Pencipta.
Dengan berpegang teguh pada landasan itu maka setiap muslim yang berbisnis atau beraktifitas apapun akan merasa ada kehadiran “pihak ketiga” (Tuhan) di setiap aspek hidupnya. Suatu keyakinan itu sangatlah penting untuk ditanamkan dalam setiap indivudu-individu. Karena Bisnis dalam Islam tidak semata-mata orientasi dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas, sebagai bekal kelak diakhirat. 
Al-Qur’an sangat banyak mendorong manusia untuk melakukan bisnis. (Qs. As-Shaff:10,). Al-Qur’an memberi pentunjuk agar dalam bisnis tercipta hubungan yang harmonis, saling ridha, tidak ada unsur eksploitasi(QS. An-Nisaa: 29) dan bebas dari kecurigaan atau penipuan, seperti keharusan membuat administrasi transaksi kredit (QS. Al-Baqarah: 282). Dan masih banyak lagi surat di dalam Al-Qur’an yang membahas mengenai berbisnis yang baik dan benar dalam pandangan Islam, sehingga tidak mencari keuntungan dengan cara yang tidak benar dalam Islam.
Rasulullah sendiri adalah seorang pedagang bereputasi international yang mendasarkan bangunan bisnisnya kepada nilai-nilai ilahi (transenden). Dengan dasar itu Nabi membangun sistem ekonomi Islam yang tercerahkan. Prinsip-prinsip bisnis yang ideal ternyata pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya. Realitas ini menjadi bukti bagi banyak orang, bahwa tata ekonomi yang berkeadilan, sebenarnya pernah terjadi, meski dalam lingkup nasional, negara Madinah. Nilai, spirit dan ajaran yang dibawa Nabi itu, berguna untuk membangun tata ekonomi baru, yang akhirnya terwujud dalam tata ekonomi dunia yang berkeadilan.
Disebagian masyarakat kita, seringkali terjadi interpretasi yang keliru terhadap teks al-Qur’an tersebut, sekilas nilai Islam seolah menundukkan urusan duniawi kepada akhirat sehingga mendorong komunitas muslim untuk berorientasi akhirat dan mengabaikan jatah dunianya, pandangan ini tentu saja keliru. Dalam konsep Islam, sebenarnya Allah telah menjamin bahwa orang yang bekerja keras mencari jatah dunianya dengan tetap mengindahkan kaidah-kaidah akhirat untuk memperoleh kemenangan duniawi, maka ia tercatat sebagai hamba Tuhan dengan memiliki keseimbangan tinggi. Hal ini pernah menjadi kajian serius dari salah seorang tokoh Islam seperti Ibnu Arabi, dalam sebuah pernyataannya.
Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan Al-Qur’an yang diterapkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makna dari atas mereka (akhirat) dan dari bawah kaki mereka (dunia).”
Logika Ibn Arabi itu, setidaknya mendapatkan penguatan baik dari hadits maupun duinia ekonomi, sebagaimana Nabi SAW bersabda :
“Barangsiapa yang menginginkan dunia, maka hendaknya dia berilmu, dan barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaknya dia berilmu, dan barangsiapa yang menghendaki keduanya maka hendaknya dia berilmu.”
Rasulullah mengisaratkan dan mengafirmasikan bahwa disamping persoalan etika yang menjadi tumpuan kesuksesan dalam bisnis juga ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu skill dan pengetahuan tentang etika itu sendiri. Gagal mengetahui pengetahuan tentang etika maupun prosedur bisnis yang benar secara Islam maka akan gagal memperoleh tujuan tersebut. Jika ilmu yang dibangun untuk mendapat kebahagiaan akhirat juga harus berbasis etika, maka dengan sendirinya ilmu yang dibangun untuk duniapun harus berbasis etika. Ilmu dan etika yang dimiliki oleh sipapun dalam melakukakan aktifitas apapun (termasuk bisnis) maka ia akan mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat sekaligus kelak.
Dengan demikian dalam kehidupan manusia mengalami yang namanya ketegangan, dilema dalam memilih antara suatu keputusan etis dan atau keputusan bisnis semua itu semata-mata sesuai dengan ruang lingkup dan peran tanggung jawabnya, namun jika kita percaya dengan Al-Qur’an dan Hadist, maka percayalah, jika kita memilih keputusan etis maka pada hakikatnya kita juga sedang meraih kesuksesan dalam berbisnis. Dan kesuksesan itu tidak hanya dirasakan diduniawi namun Insyaallah diakhirat kelak, kita juga dapat merasakannya. 

Senin, 06 Juni 2011

Unit Linked VS Syariah

Jika artikel sebelumnya yang dibahas mengenai Mengenal Manajemen Resiko dan Asuransi. Kali ini, yang akan dibahas mengenani Unit Linked dan Syariah. Seperti yang sudah-sudah dijelaskan, Asuransi itu merupakan pengendalian risiko yang dilakukan dengan cara mentransfer risiko dari satu pihak ke pihak yang lain.
Asuransi Jiwa Tradisional
Asuransi Tradisional ini sudah ada sejak ratusan tahun didunia. Yang mana manfaat produknya, yaitu: Term Insurance, Whole Life, endownment (dwiguna), dan kombinasi jenis polis. Jika dibedakan berdasarkan polis maka bisa dibagi 2 ,yaitu:
  • polis dengan pembagian keuntungan, dapat berpartisipasi dan mendapat keuntungan dari surplus/laba perusahaan asuransi yang berupa bonus: bonus reversionary, bonus tunai, bonus pemotongan premi yang akan datang, bonus jatuh tempo atau terminal.
  • polis tanpa keuntungan, tidak dapat berpartisipasi dari surplus/laba perusahaan asuransi. jenis polis ini banyak berlaku di Indonesia.
Karakteeristik polis tradisional ini ada 2,yaitu:
  • polis asuransi jiwa individu
  •  polis asuransi jiwa kumpulan
Unit Linked dan Syariah
Secara prinsip unit linked konvesional dan unit linked syariah tidak berbeda, perbedaannya terletak pada usaha saling melindungi dan tolong-menolong antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset. Dalam pengembaliannya untuk menhadapi resiko tertentu melalui akad(perikatan) yang sesuai Syariah.
Perbedaannya yang lebih mendetail, yaitu:
v  Unit linked Syariah, nasabahnya saling membantu dan bekerja sama dengan cara mengeluarkan dana untuk membantu nasabah lain yang mengalami resiko. Dalam investasinya menganut investasi yang syariah yang diperkenalkan Nabi Muhammad SAW. Yang mana hanya boleh ditaruh diproduk keuangan yang sesuai dengan Syariah.
Penempatan dana untuk proteksinya harus sesuai dengan prinsip asuransi dalam Islam, yaitu kontrak asuransi tidak dapat sah menurut Islam jika tidak bebas dari:
§  Prinsip Tauhid, Setiap muslim, dalam menjalankan kegiatan kehidupannya selalu berpedoman kepada Allah Swt.
§  Prinsip Keadilan, Keadilan harus terpenuhi antara pihak-pihak yang terkait dengan akad asuransi, khususnya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dengan perusahaan asuransi syariah.
§  Tolong Menolong, dalam asuransi syariah adalah harus didasari dengan semangat tolong menolong (ta'awun) antara sesama nasabah. 
§  Kerjasama, Kerjasama dalam asuransi syariah dapat berwujud dalam bentuk akad (kontrak) yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat, yaitu antara nasabah dengan perusahaan asuransi syariah. Demikian juga antara nasabah dengan nasabah lainnya, atau antara ketiganya secara bersamaan.
§  Amanah,  Baik perusahaan asuransi syariah maupun nasabah dituntut untuk selalu amanah. 
§  Kerelaan(Ridho), Kerelaan inilah yang pada akhirnya membuahkan konsep ta'awun (saling tolong menolong) antara sesama nasabah. Dimana nasabah saling mengikhlaskan sebagian dananya untuk didermakan kepada nasabah lainnya yang tertimpa musibah.
§  Larangan Riba, riba merupakan bentuk transaksi yang sangat bathil, dan memiliki dosa paling besar. Asuransi syariah harus terhidar dari unsur riba, dalam sistem operasionalnya. 
§  Larangan Maisir, judi atau sifat-sifat untung-untungan yang muncul sebagai konsekuensi. Unsur judi diantara bentuknya adalah seperti adanya salah satu pihak yang untung tetapi ada pula pihak lain yang rugi.
§  Larangan Gharar, secara umum gharar adalah sesuatu yang mungkin ada atau mungkin tidak ada, atau sesuatu yang tidak diketahui hasilnya. Transaksi harus jelas, dalam polis harus dicantumkan jumlah premi yang harus dibayar dannilai klaim yang diterima jika peserta meninggal.
§  Larangan Risywah (Suap), Risywah dapat terjadi diantaranya seperti dalam klaim, baik antara nasabah dengan "oknum" asuransi syariah, atau juga dengan pihak ketiga rumah sakit, bengkel, dsb.
Pembagian keuntungannya antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan jika terdapat untung dalam pengelolaannya.
Manfaatnya, bagi pemeluk agama Islam yang menginginkan produk yang sesuai dengan hukum Islam.
v  Unit Linked Konvensional, adalah polis asuransi jiwa individu yang memberikan manfaat proteksi asuransi jiwa dan juga kesempatan untuk berpartisipasi secara langsung dalam pengelolaan investasi yang setiap saat nilai polis bervariasi sesuai dengan nilai asset investasi tersebut.
Secara konsep yaitu perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Yang mana akadnya hanya jual-beli. Dan kontraknya tidak sesuai dengan syariah Islam karena ada hal-hal yang tidak sesuai dengan syariah seperti ada unsur riba. Jaminan atau resiko, terjadi transfer resiko dari tertanggung kepada penanggung. Tidak ada pemisahan dana yang berakibat terjadinya dana hangus (produk saving life).
Investasinya, melakukan investasi dalam batas-batas ketentuan perundangan-undangan dan tidak terbatas pada halal dan haramnya investasi yang di gunakan.
v  Perbandingan asuransi tradisional dan unit linked
Polis asuransi jiwa unit linked dan polis tradisional memiliki persamaan mendasar yaitu merupakan polis asuransi jiwa dan memberikan manfaat proteksi asuransi jiwa kepada pemegang polis. Namun ada perbedaannya yaitu:
§  Resiko Investasi, unit linked nilai unit secara angsung merefleksikan nilai aset dana yang bersangkutan dan nilainya berfluktuasi mengikut kinerja investasi.
§  Transparansi, Pada saat memformulasikan premi polis asuransi jiwa tradisional, pemegang piolis tidak mengetahui dengan pasti pengalokasian premi untuk membayar berbagai biaya seperti administrasi dan biaya mortalita sebaliknya cara kerja polis asuransi jiwa unit linked lebih transparan. Pemegang polis dapat melihat pengalokasian premi untuk berbagai biaya.
§  Premi, Premi polis asuransi jiwa tradisional tanpa pembagian keuntungan ditetapkan dan tertera dalam polis berbentuk nilai sejumlah uang, baik perusahaan asuransi maupun pemegang polis secara sepihak tidak dapat merubah kondisinya.
§  Manfaat Meninggal, Pada saat tertanggung meninggal dunia, polis tanpa pembagian keuntungan membayarkan jumlah uang pertanggungan dengan jumlah tetap dikurangi pinjaman polis termasuk bunga pinjaman tersebut. Polis dengan pembagian keuntungan memberikan manfaat meninggal dengan jumlah tetap ditambah bonus yang diakumulasikan sampai pada saat tertanggung meninggal dikurangi pinjaman polis termasuk bunga pinjaman.
§  Hasil Investasi, Tradisional → hasil investasi berdasarkan jumlah bonus yang diumumkan
Unit linked → secara langsung dikaitkan dengan kinerja dana yang dikelola, tergantung keahlian manajer investasi dan kondisi pasar.
§  Nilai Tunai, nilai polis tanpa pembagian tunai dan pembagian tunai.
§  Pilihan penambahan Premi (top-up), Fasilitas ini tidak ada di jenis polis asuransi jiwa tradisional dengan atau tanpa pemabagian keuntungan sementara unit linked ada.
Peraturan Investasi, di Indonesia, perusahaan asuransi harus memisahkan dana unit linked dalam neraca keuangan. Ketentuan tersebut tidak berlaku pada polis asuransi jiwa tyradisiona. Unit link